TIMIKA, (Torangbisa.com) – PT Honya AJkwa Lorents (HAL) dan PT Tambang Mineral Papua (TMP) mengambil langkah strategis dalam pengelolaan limbah tailing PT Freeport Indonesia yang keberadaannya memberikan dampak positif bagi ekonomi, dan masyarakat apabila dikelola dengan baik untuk keperluan kontruksi, semen,keramik dan beberapa bahan lainnya.
Pertemuan yang dikemas dalam Media Luncheon Bersama PT Honay Ajkwa Lorents (HAL) dilaksanakan disalah satu hotel di Timika, dihadiri oleh Direktur Utama, PT Honya AJkwa Lorents, Fenty Ajkwa Widiyawati, didampingi General Manager, PT Honay Ajkwa Lorents, Hamdani, Kepala Government Relationship, PT Honay Ajkwa Lorents, Muhammad Irsal Arfan, Komisaris Utama, PT Honay Ajkwa Lorent, Panius Kogoya, Kepala Cabang PT Honay Ajkwa Lorents, Melfi Dwi Andayani.
Direktur Utama, PT Honya AJkwa Lorents, Fenty Ajkwa Widiyawati menyampaikan langkah strategis yang dilakukan oleh perusahaan yang dipimpinnya dalam mengelola limbah tailing PT Freeport yang dianggap berbahaya karena mengandung campuran kimia.
Fenty menyampaikan berbagai upaya yang telah dilakukan terkait pengelolaan limbah tailing PT Freeport Indonesia, dalam kapasitasnya sebagai analis limbah B3 dan Amdal dalam melakukan riset dan tantangan yang dihadapi sejak 2012.
“Kami pertama kali mengajukan permohonan ke departemen Environmental pada 2012 untuk meneliti wilayah tailing di tanggul timur dan barat. Setelah riset, kami menemukan potensi pemanfaatan tailing sebagai bahan baku industri. Namun, regulasi saat itu belum memungkinkan pengelolaan tersebut,” ujar Fenty, Timika, (Jumat (17/1/2025).
Ia menjelaskan bahwa tailing, sisa hasil produksi tambang bawah tanah, kerap dianggap limbah berbahaya karena kandungan kimianya, seperti sianida dan merkuri. Namun, hasil risetnya menunjukkan bahwa tailing dapat digunakan untuk bahan konstruksi, seperti batako, paving block, semen, keramik, hingga infrastruktur dermaga.
Kemudian pada 2018 dan 2019, Fenty dan tim mengajukan riset lanjutan serta permohonan ke Dinas Pertambangan Provinsi Papua mendorong keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni BUMN, PUPR, dan KLHK, pada 2021. SKB ini membuka peluang pengelolaan tailing melalui kemitraan antara swasta, BUMN, dan perusahaan daerah.
“Dari SKB tersebut, disimpulkan bahwa tailing tidak berbahaya jika dikelola dengan baik. Namun, akumulasi yang terus meningkat menjadi ancaman. Setiap hari, PT Freeport Indonesia menghasilkan hingga 300 ribu ton tailing, dan saat ini terdapat 1,4 miliar ton yang mengendap di kanal timur dan barat,” jelasnya.
Pada 2023, Fenty memperkenalkan PT Tambang Mineral Papua (TMP), perusahaan putra daerah yang bertujuan mengelola tailing untuk kepentingan industri dan masyarakat. Setelah pengajuan permohonan ke Provinsi Papua, persetujuan kemitraan dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT Freeport Indonesia ditandatangani pada Juli 2024.
“Kami telah menyusun kajian pendahuluan dan merancang program yang mencakup pembangunan infrastruktur, pelatihan SDM, dan penyediaan lapangan kerja,” kata Fenty.
Pelatihan SDM menjadi prioritas utama, terutama bagi masyarakat lokal, termasuk mereka yang putus sekolah. Program ini bertujuan menekan tingkat pengangguran dan kriminalitas di Mimika.
“Pelatihan dilakukan di Timika dan Sidoarjo. Kami memastikan mereka menerima upah minimum yang sesuai dengan standar Pemkab Mimika, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Fenty menekankan bahwa pengelolaan tailing memiliki potensi besar, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Dengan implementasi yang matang, pengelolaan ini dapat menjadi solusi bagi isu pendangkalan kanal dan peningkatan pendapatan daerah.
“Kami berharap sinergi antara pemerintah, BUMN, dan masyarakat lokal dapat terus terjalin untuk memanfaatkan limbah tailing secara optimal,” pungkas Fenty.