Timika, Torangbisa.com – Aksi pemalangan jalan menuju Pelabuhan Poumako, distrik Mimika Timur beberapa waktu lalu oleh sejumlah Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) menyita perhatian semua pihak baik Pemerintah Kabupaten Mimika dan juga DPR Kabupaten Mimika.
Atas aksi tersebut, Komisi I DPR Kabupaten Mimika menggelar hearing dengan beberapa instansi yang lebih kompeten untuk menjelaskannya yaitu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Mimika, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Unit Pengelolaan Pelabuhan (UPP) Pelabuhan Poumako.
Iwan Anwar mengatakan bahwa RDP dengan tiga instansi terkait masalah lahan diwilayah pelabuhan Poumako untuk berdiskusi sekaligus ingin mengetahui secara pasti persoalan sengketa tanah yang masih menjadi persoalan selama ini.
“Masalah soal klaim di wilayah pelabuhan Poumako terkait sertifkat tanah masih saja terjadi, karena tanah yang semestinya dimiliki pemerintah hanya Karena dokumen tidak lengkap. Serhingga pemerintah sulit untuk membuktikan sehingga putusan MA telah inkrah, padahal pemerintah sudah pernah membebaskan sekitar 15 hektar pada tahun 2000, namun sampai sekarang masih saja bermasalah. Karen itu kepada Bagian Asset daerah ini perlu mengiventarisir dan bisa membuktikan dokumen kepemilikan,”kata Iwan Anwar saat memimpin RDP antara Komisi I DPRK Mimika dengan Bagian Asset, BPN dan UPP Poumako pada Senin (15/9/2025).
Iwan menjelaskan, masalah klaim wilayah Pelabuhan Poumako dan dimenangkan oleh salah satu pengusaha di Timika com adalah menjadi pelajaran bagi pemerintah, dan kedepan pemerintah perlu memiliki bukti otentik, sehingga dasar kepemilikan tanah sebagai asset daerah itu punya dasar hukum yang kuat.
“Ini akan menjadi catatan, walau sudah Inkrah tapi upaya pemerintah untuk pembutkian masih bisa kalau dokumennya ada. Masalah Pelabuhan Poumako juga menjadi pengalaman, salah satu contoh kasus tanah Kantor Perpustakaan kalah karena tidak punya dokumen yang kuat. Pesan buat Bagian Asset agar menginventarisir dan kantongi dokumen, sehingga pemerintah tidak kalah hanya karena tidak punya dokumen atau bukti yang kuat,”ungkapnya.
Sementara Kepala Unit Pengelolaan Pelabuhan (UPP) Poumako, Farid Sujianto,SAN mengatakan bahwa terkait masalah putusan tentang sertifikat tanah diwilayah Poumako sudah Inkrah dari MA yang dimenangkan oleh PT Bartuh Langgeng Abadi seluas 11,57 hektare, namun karena sudah ada pertemuan dan mediasi sehingga kegiatan di pelabuhan sudah normal.
“Sekarang kegiatan operasiional di wilayah Pelabuhan Poumako sudah normal, mungkin sudah diadakan kesepakatan bersama PT Bartuh Langgeng Abadi bersama tiga perusahaan lainnya sudah selesai. Intinya kegiatan sudah normal kembali, walau sempat terjadi pemalangan dan digembok,” jelasnya.
Sementara angota Komisi I, Ester Agustina Komber meminta kepada pemerintah khususnya Bagian Aset Daerah untuk menghadirkan tim 9 yang pada tahun 2000 dan 2008 yang sudah melepaskan dan membeli, untuk bisa menunjukan dokumen atau bukti yang asli, sehingga dasar kepemilikan tanah ini tidak tumpeng tindih dan dibayar berulang kali.
“Agak rancu masalah tanah Poumako ini, masa pemerintah sudah beli tapi barang buktinya tidak ada. Artinya dokumen aslinya tidak ada, ini yang harus menghadirkan atau meminta tim yang terlibat dalam pembebasan tanah itu sehingga pemerintah punya dasar yang kuat,” keluh Ester.
Ia menambahkan, untuk pengelolaan Pelabuhan Poumako ini harus dikelola oleh pemerintah, tidak boleh swasta atau pihak ketiga.
“Pemerintah sudah rugi beli pakai uang negara tapi bisa kalah, kasus seperti ini harus jadi atensi pemerintah. Jangan lagi pemerintah kalah karena dokumennya tidak ada,” tanya Ester.
Sedangkan dengan nada kesal, anggota Komisi I dari Fraksi Otsus, Anton N Alom menegaskan bahwa status tanah pelabuhan Poumako itu sudah dua kali Pemerintah membeli dengan ganti rugi, tahun 2000 dan tahun 2008 tapi tidak punya dokumen itu sangat aneh.
“Itu daerah pelabuhan kan masuk wilayah Hutan Lindung, tapi bisa 11,5 hektar itu bisa diklaim oleh pihak swasta. Saya curiga orang buat sertifikat asal buat saja tanpa melihat status tanah itu harusnya milik pemeirntah bukan pihak swasta,”ungkap Anton Alom.
Sementara Bagian Asset BPKAD Mimika, mengaku mengalami kesulitan untuk mendapatkan dokumen berupa pelepasan atau sertifikat asli, walau sudah berupaya.
“Kita sedikit kesulitan untuk mendapatkan dokumen-dokumen asli karena sudah cukup lama, kita sudah berupaya namun namun tidak maksimal,” ungkap salah seorang staffnya saat RDP.














