TIMIKA, (Torangbisa.com) – Pendiri Yayasan Hati Perempuan Papua Yohana Arwam berbagi kisah perjuangannya dalam membantu masyarakat yang membutuhkan, khususnya anak-anak aibon dan perempuan di wilayah Kelurahan Kamoro Jaya, Distrik Wania, Mimika, Papua Tengah.
Berawal dari keterlibatannya dalam kegiatan sosial bersama komunitas lain, Yohana kini memimpin tim agen pemulihan yang fokus membantu anak-anak, termasuk mereka yang terdampak isu sosial seperti penggunaan lem aibon.
Menurut Yohana, banyak anak-anak di wilayah tersebut tidak mendapatkan akses pendidikan yang memadai akibat dipengaruhi aibon serta tekanan ekonomi keluarga.
“Ada 16 anak yang kami data suka menghirup lem aibon. Di luar itu, masih banyak lagi. Kami fokus di Distrik Wania dulu, sambil mendata anak-anak yang putus sekolah untuk bisa disekolahkan kembali,” jelas Yohana usai kegiatan peringatan Hari Aids Sedunia (HAS) di Kantor Kampung Mawokaow Jaya, Sabtu (14/12/2024).
Selain itu, ia juga tergerak melihat para perempuan, terutama “mama-mama” yang belum bisa membaca dan menulis. Kondisi ini menjadi salah satu alasan utama Yohana mendirikan Yayasan Hati Perempuan Papua yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan.
“Banyak mama-mama sampai sekarang tidak bisa baca tulis. Itu membuat saya ingin melakukan sesuatu. Yayasan ini juga membantu anak-anak yang punya keinginan kuat untuk sekolah tetapi terkendala biaya. Kami mendanai mereka dari usaha batik Papua yang kami jalankan di Kebun Bunga,” tambahnya.
Tidak hanya pendidikan, Yohana juga aktif mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat. Bersama Yayasan Hutan Biru, ia membentuk koperasi yang bertujuan menampung hasil kerja masyarakat pesisir. Selain itu, yayasannya memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayuran dan buah-buahan bernilai ekonomis.
“Kami berharap dari hasil pekarangan ini bisa membantu ekonomi keluarga. Semua dilakukan dengan swadaya, sehingga cakupan bantuan masih terbatas,” ungkap Yohana.
Yohana dan timnya juga memantau anak-anak yang sudah kembali ke sekolah untuk mencegah mereka kembali ke kebiasaan lama, seperti menghirup lem aibon. Ia berharap adanya fasilitas khusus, seperti di Pantai Eme Neme pada masa lalu, yang bisa menjadi tempat pembinaan bagi anak-anak tersebut.
Saat ini, Yayasan Hati Perempuan Papua masih berjuang untuk menyelesaikan legalitasnya dengan mengurus akta notaris pada bulan Desember ini. “Yayasan ini sudah berjalan beberapa tahun, tapi karena keterbatasan dana, kami masih bekerja secara swadaya. Semoga ke depan lebih banyak pihak yang mendukung,” harap Yohana.