Timika, Torangbisa.com – Pernyataan kontroversial yang diucapkan oleh Wali Kota Jayapura, Abisai Rollo, pada 17 Juni 2025, telah memicu perdebatan luas di masyarakat.
Dalam pidatonya selama acara rilis 100 hari kerja di Aula Kantor Walikota Jayapura, Rollo menyampaikan bahwa demonstrasi dan masalah di kota tersebut tidak berasal dari penduduk asli Port Numbay, melainkan dari “orang-orang gunung”.
Ia mengatakan, “bahwa tidak ada demo, tidak ada palang kota ini, karena yang biasa palang dan demo itu bukan Port Numbay, bukan orang pantai, ini orang-orang gunung ini, ini harus saya sampaikan, supaya kita tahu persis”.
Pernyataan ini kemudian menjadi viral melalui potongan video di media sosial, yang menyebabkan reaksi berantai yang luas.
Menyikapi dampak dari pernyataan Wali Kota Jayapura tersebut, Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Mimika Papua Tengah, Vinsen Oniyoma, mengatakan bahwa secara strategis, pernyataan Rollo dimaksudkan untuk menekankan identitas lokal dan menjaga stabilitas kota, tetapi eksekusinya kurang tepat.
Vinsen mengatakan, kata-kata seperti “orang-orang gunung” dapat ditafsirkan sebagai diskriminasi berdasarkan asal usul etnis, tutur Vinsen Oniyoma.
Ketua DAD Mimika vinsenmenyayangkan pernyataan tersebut mencerminkan kurangnya kesadaran strategis dalam komunikasi publik, di mana pemimpin daerah harus memilih kata-kata yang netral dan inklusif untuk menghindari eskalasi, pungkas Vinsen di Mimika pada Jumat, 20 Juni 2025.
Aktivis asal Amungme yang juga ketua DAD tersebut mengingatkan dampak snowball effect dari pernyataan wali kota Jayapura. Snowball effect mengacu pada bagaimana isu kecil dapat berkembang pesat menjadi masalah besar, seperti bola salju yang menggelinding dan membesar, jelas Vinsen.
Sebagaimana diketahui, video potongan pidato Rollo menyebar cepat di media sosial, memicu kritik dari berbagai kalangan. Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk, memberikan teguran keras karena pernyataan tersebut dianggap provokatif dan melanggar tugas kepala daerah untuk membina masyarakat tanpa membedakan suku, ras, agama, atau golongan.
Efeknya meluas ke masyarakat luas, di mana sentimen ketegangan etnis meningkat, dan citra pemerintahan daerah Jayapura menjadi rusak. Secara strategis, ini mengganggu stabilitas sosial dan dapat mempengaruhi hubungan antar wilayah di seluruh tanah Papua, tutur Vinsen.
Untuk mengatasi dampak ini, diperlukan solusi strategis yang komprehensif. Ketua Dewan Adat Daerah Mimika Papua Tengah, Vinsen Oniyoma, menawarkan solusi konkrit, di antaranya:
Pertama, Wali Kota Rollo harus segera melakukan klarifikasi publik yang transparan, seperti yang telah dilakukannya dengan menyatakan, “Saya tidak punya niat atau bermaksud mengusir orang gunung dari Kota Jayapura.” Ini perlu diikuti dengan langkah konkret, seperti mengadakan dialog inklusif dengan semua kelompok masyarakat, termasuk penduduk asli dan migran, untuk membangun kesepahaman.
Kedua, pemerintah daerah dapat menerapkan pelatihan komunikasi publik bagi para pemimpin, agar mereka belajar menggunakan bahasa yang membangun dan menghindari polarisasi. Misalnya, fokus pada isu bersama seperti pembangunan kota daripada menyoroti perbedaan.
Ketiga, secara struktural, pemerintah pusat atau provinsi bisa memfasilitasi rekonsiliasi melalui surat perjanjian atau forum adat, seperti yang disarankan Rollo, untuk memastikan semua pihak berkomitmen pada perdamaian. Dengan demikian, snowball effect negatif dapat diubah menjadi peluang untuk memperkuat kerukunan sosial di Jayapura dan tanah Papua.
Vinsent juga juga, sampaikan kepada kepada Dewan Adat Suku seperti lemasa, Lemasko untuk selalu memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada elemen_ elemen masyarakat adat suku AK dan juga suku Sempan dan papua lain dalam rangka membangun kesadaran kolektif nasionalis sebagai bangsa yang besar di Indonesia.
Perlu kesadaran kolektif antar sesama manusia papua dari 7 wilayah adat yang berada di kabupaten Mimika Tanah Amungsa Bumi Kamoro.














