PemerintahanSosial

Merasa Terancam Terkait Batas Wilayah Kabupaten Mimika, Lemasko Minta DPRK Mimika Bentuk Pansus

×

Merasa Terancam Terkait Batas Wilayah Kabupaten Mimika, Lemasko Minta DPRK Mimika Bentuk Pansus

Sebarkan artikel ini
Tokoh masyarakat Kamoro, Marianus Maknaipeku (foto: Riki Lodar/ Torangbisa.com)

Timika, Torangbisa.com – Wakil Ketua I Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) Bidang Hubungan Pemerintah dan Masyarakat, Marianus Maknaipeku, mendesak pihak DPRK Mimika untuk segera mengambil langkah dalam penyelesaian persoalan tapal batas wilayah kabupaten yang hingga kini belum tuntas.

Dalam keterangannya, Marianus meminta kepada para anggota DPRK yang terpilih melalui jalur partai politik maupun pengangkatan dari jalur seleksi, agar memprioritaskan persoalan ini dan segera membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menangani persoalan batas wilayah.

Ads
Iklan ini dibuat oleh admin torangbisa

“Saya minta kepada pihak legislatif agar segera mencari solusi atas persoalan tapal batas. Ini bukan masalah kecil, melainkan persoalan serius yang menyangkut kedaulatan wilayah dan hak masyarakat adat,” ujar Marianus, Senin (21/7/2025).

Ia mengungkapkan, berdasarkan informasi terbaru, wilayah Potowayburu kini menjadi sorotan karena adanya rencana pemekaran distrik baru. Bahkan, menurut laporan Kepala Distrik Mimika Barat Jauh, telah ditemukan kelompok orang yang membangun camp di lokasi tersebut dengan tujuan membentuk distrik baru.

“Kita tidak bisa diam. DPRK harus segera turun tangan. Kalau dibiarkan terus, Mimika bisa mengalami nasib seperti Nabire, wilayah kita perlahan-lahan diambil pihak lain” tegasnya.

Marianus juga menjelaskan bahwa wilayah dataran rendah yang kini menjadi perebutan adalah tanah leluhur milik masyarakat Kamoro sejak zaman dahulu.

“Itu tanah orang Kamoro, sejak Tuhan menciptakan alam ini. Leluhur kami hidup turun-temurun di sana. Jangan sampai nanti setelah ada pemekaran kabupaten dan perusahaan baru masuk, mereka justru yang mengklaim tanah itu,” pungkasnya.

Pemerintahan

“Temuan BPK memang ada, tapi bukan perjalanan fiktif seperti yang diberitakan. Misalnya, seseorang dijadwalkan perjalanan dinas selama tujuh hari, namun karena alasan mendesak seperti keluarga sakit, ia pulang lebih cepat. Maka sisa hari yang tidak dijalani harus dikembalikan. Itu yang disebut kelebihan bayar,” kata Johannes Rettob pada Senin (21/72025).