Kesehatan

Sentuh Kaum Rentan, Riset AI TB Harus Inklusif untuk Disabilitas dan Lansia

×

Sentuh Kaum Rentan, Riset AI TB Harus Inklusif untuk Disabilitas dan Lansia

Sebarkan artikel ini
Dewi Utari Selaku Konsultan Gedsi Yakkum dan Rita Triharyani Program Coordinator Disability Inclusive Development (DID) Research (foto: Riki Lodar/ Torangbisa.com)

Timika, Torangbisa.com – Riset dan pelayanan kesehatan yang inklusif bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak terutama bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan lansia.

Hal ini disampaikan oleh Konsultan Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (Gedsi) dari Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (Yakkum), Dewi Utari, dalam kegiatan Sosialisasi Penelitian TBScreen. AI: Pengembangan Kecerdasan Buatan Untuk Skrining Tuberkulosis dengan X-Ray dada di daerah terpencil di Indonesia yang dilaksanakan di Hotel Grand Tembaga, Kamis (7/8/2025).

Ads
Iklan ini dibuat oleh admin torangbisa

Dewi menjelaskan bahwa setiap program kesehatan dan riset, termasuk riset berbasis teknologi seperti TB X-ray AI, harus menyentuh dan melibatkan kelompok rentan.

“Kelompok rentan bukan hanya laki-laki atau perempuan, tapi juga mereka yang disabilitas, lansia, atau bahkan yang dobel rentan seperti perempuan disabilitas. Mereka semua punya hak yang sama untuk terlibat dan mendapatkan manfaat dari riset dan layanan kesehatan,” ujarnya.

Dewi juga mengungkapkan bahwa dalam praktiknya, banyak kelompok disabilitas masih terabaikan hak-haknya, terutama dalam layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.

“Selama ini suara mereka masih belum cukup terdengar. Padahal, ragam disabilitas makin beragam, mulai dari disabilitas fisik, sensorik, hingga intelektual dan mental. Layanan kesehatan pun harus beradaptasi dengan perkembangan ini,” tambahnya.

Yakkum sendiri aktif di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Papua, dan terus mendorong pendekatan secara keseluruhan dalam setiap program yang melibatkan masyarakat.

Pada kesempatan yang sama Rita Triharyani dari Program Coordinator Disability Inclusive Development (DID) Research mengatakan bahwa penyakit Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyebab meningkatnya angka disabilitas di Indonesia sehingga pendekatan menyeluruh dalam penanganan TB menjadi sangat penting.

“TB bisa menyebabkan disabilitas, dan ironisnya banyak penyandang disabilitas yang kesulitan mengakses layanan TB. Itu sebabnya riset berbasis AI seperti ini harus benar-benar berpihak pada mereka yang paling membutuhkan,” kata Rita.

Menurutnya, riset yang sedang dikembangkan oleh tim dari UGM dan rumah sakit mitra ini bisa menjadi pintu masuk kolaborasi besar untuk memperbaiki layanan kesehatan di Papua, khususnya bagi kaum disabilitas dan lansia.

“Ada disabilitas yang tidak kelihatan fisiknya, seperti tuli atau gangguan penglihatan pada lansia. Ada juga ibu-ibu dengan anak berkebutuhan khusus yang mungkin terpapar TB dari lingkungan. Riset ini bisa jadi cara untuk membuka mata kita tentang kesenjangan layanan yang selama ini terjadi,” tambahnya.

Dalam diskusi itu, Dewi juga menyampaikan laporan dari Sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB) di Timika, yang kini menampung lebih dari 130 anak disabilitas dengan ragam yang semakin kompleks.

“Kita tidak lagi bicara hanya disabilitas fisik. Sekarang banyak anak-anak dengan autisme, disabilitas intelektual, dan bahkan gangguan mental. Ini menunjukkan bahwa sistem layanan kesehatan kita harus segera berubah dan menyesuaikan diri,” ujarnya.