Khas RedaksiPapua Terkini

Dana 1 Persen Freeport Masih Misteri, Ketua Lemasa Jhon Magal: Harus Dibuka dan Ada Solusi Sejahterakan Warga

×

Dana 1 Persen Freeport Masih Misteri, Ketua Lemasa Jhon Magal: Harus Dibuka dan Ada Solusi Sejahterakan Warga

Sebarkan artikel ini

Timika, (TORANGBISA) — Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA), Menuel John Magal menyoroti keberadaan dana 1 persen PT Freeport Indonesia, yang hingga kini tidak tahu rimbanya. Hal itu diungkapkan oleh Jhon Magal kepada media ini melalui sambungan telepon Jumat malam, (7/6/2024).

Jhon bilang, pemberian dana hingga saat ini masih  menjadi misteri lantaran manfaatnya yang tidak terlihat dalam membangun kesejahteraan warga sekitar areal tambang raksasa kelas dunia itu.

Ads
Iklan ini dibuat oleh admin torangbisa

“Ada yang misteri, dalam mengelola dana satu (1) persen oleh PT Freeport dalam hal ini SLD dan YPMAK. Dana ini selama 28 tahun jadi misteri,” ujar Magal.

Menurutnya Dana 1 Persen yang sekarang berkembang menjadi Dana Kemitraan, dikucurkan untuk tujuannya membangun masyarakat sekitar areal tambang.
Sebagaimana pembentukan awal tujuan pemberian dana yang diambil dari bruto (pendapatan kotor) penjualan produk biji tambang yang dikeruk dari Gunung Nemangkawi, gunung suci orang setempat.

“Hal ini sudah ada penjelasan dari Paul Murphy Komisaris PTFI dan Prihadi Santoso mewakili direksi PTFI, menjelaskan tentang tujuan Fund for Irian Jaya,”ungkapnya.

Dalam penjelasannya, dana ini untuk pembangunan masyarakat Irian Jaya khususnya yang berdomisili, yang tinggal di Kabupaten Mimika. Jelas sekali tujuan dana itu, untuk bidang ekonomi kerakyatan, pendidikan, asrama kemudian bengkel kepemilikan.

“Beasiswa bagi yang sekolah tingkat pelajar dan mahasiswa. Karena PTFI gunakan tanah milik orang Amungme dan Kamoro untuk keruk emas dan mineral lainnya, maka dana 1 persen itu harus hadir untuk warga. ”“Di situ juga ada kata-kata yang menjelaskan, fokus utama adalah suku Amungme Kamoro yang tanahnya digunakan operasi Freeport,” katanya.

“Khususnya yang tinggal di 5 Daskam sungai Kamoro, juga warga yang tinggal di Lembah Wa, Tsinga dan Arwanop,” lanjut John Magal.

Ketua Lemasa Magal menilai pengelolaan dana 1 persen sudah menyimpang dari tujuan awal.

“Dari penjelasan di dokumen awal perjanjian pemberian dana satu persen yang saya sampaikan, itu tidak jelas sampai di hari ini. Bukan hanya untuk suku Amungme dan Kamoro tapi juga 5 suku kerabat. Dana ini selama 28 tahun jadi misteri,” tegas Jhon.

Sasaran utamanya adalah Amungme, Kamoro dan 5 suku kerabat. Tapi masyarakat mengeluh, demo protes dan segala macam. Jadi, dana tidak tepat sasaran, Karena kenyataannya sekolah berantakan, pemberdayaan masyarakat juga tidak ada, tidak tahu masyarakat mana yang mereka bangun,”

“Kok, bunyinya ratusan milyar tapi realisasi di masyarakat tidak ada. Saya minta PTFI dengan berbesar hati, misteri ini harus dibuka. Ini jadi luka dalam yang berbau busuk, harus dibuka!” tegasnya.

“Demo di atas demo, tapi di diamkan, ini tidak wajar. Harus ada solusi,” pintanya.

Dari pihak LEMASA sendiri juga telah memikirkan solusi agar pengelolaan dana itu bisa tepat pada sasaran. Pihaknya bukan sekedar mengkritik tanpa bersedia jalan penyelesaian bagi kebaikan semua pihak.

“LEMASA sebenarnya sudah siap solusinya. Bukan hanya kami kritik tapi kami juga punya solusi. Ini kritik yang konstruktif,” ungkap John Magal.

Ia menyatakan, sebenarnya solusinya bisa dipikirkan bersama, dan hal itu bukan hal yang mustahil.

“Harus dicari jalan keluar. Semua pembangunan sosial akan lebih efektif, kalau masukan bukan hanya dari atas ke bawah, tapi harus dengar suara dari bawah. Tidak bisa paksakan hanya keinginan dari atas,” tambahnya.

Ia menegaskan LEMASA berdiri atas kemauan dan kepentingan masyarakat, bukan hanya jadi pelengkap untuk memuluskan program perusahaan.

“LEMASA itu bukan perkumpulan LEMASA yang sekedar dibentuk untuk memuluskan rencana. Kami betul-betul berangkat dari masyarakat jadi pasti punya solusi,”

“Demo-demo yang terjadi, inilah efek dari perusahaan tidak melihat stake holder yang ada. Perhatian terhadap masyarakat di Waa Tsinga dan Arwanop, perhatian itu mati (tidak ada perhatian), apalagi yang di luar ring 1,” ungkapnya.

Menurutnya, program perusahaan tidak akan pernah memuaskan stake holder, yang dinilai dari kesejahteraan masyarakat.

“Tidak bisa itu, keberhasilan cuma satu-dua orang yang di luar stake holder, baru diklaim sebagai binaan PTFI. Harus cari solusi,” tutup Ketua LEMASA Menuel John Magal.