Timika, Torangbisa.com – Aksi pemalangan jalan terjadi di jalan poros menuju pelabuhan Poumako, Distrik Mimila Timur yang dilakukan oleh sejumlah anggota Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Pomako Rabu (10/9/2025).
Aksi tersebut sebagai bentuk protes terhadap sengketa lahan yang tak kunjung selesai antara Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Bartuh Langgeng Abadi dan mendapat tanggapan dari Saleh Alhamid selaku penerima kuasa dari Nono Sumitro.
Saleh dalam keterangan persnya menjelaskan bahwa akar persoalan bermula dari sengketa lahan penimbunan kontainer di kawasan pelabuhan yang selama ini digunakan oleh para pelaku usaha logistik. Lahan tersebut, menurutnya, secara sah telah dimenangkan oleh PT Bartuh Langgeng Abadi, perusahaan milik mendiang Sumitro, dalam proses hukum panjang hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
“Keputusan MA Nomor 38K/TUN/2025 telah menyatakan secara sah bahwa lahan itu milik PT Bartuh Langgeng Abadi, berdasarkan keputusan itu pula, PT Bartuh Langgeng Abadi memberikan kuasa khusus kepada saya (Saleh Alhamid) untuk menyelesaikan persoalan di lapangan,” ujar Saleh dalam keterangannya, Rabu (10/9/2025).
Menurut Saleh, pihaknya telah berulang kali mencoba menjalin komunikasi dengan para pemilik kontainer yang menggunakan lahan tersebut. Namun, upaya mediasi tidak membuahkan hasil.
“Kami sudah beri peringatan sebanyak tiga kali, tapi tidak diindahkan. Maka langkah pengamanan kami ambil dengan menggembok area penimbunan,” jelasnya.
Tindakan ini rupanya memicu reaksi keras dari para pemilik kontainer, yang menurut Saleh justru memanfaatkan buruh untuk memobilisasi aksi protes. Ia menyebut seorang pimpinan buruh sebagai pihak yang diduga dipakai untuk menggiring aksi buruh.
“Mereka ingin menjatuhkan citra pemerintah lewat buruh. Bahkan sampai membawa spanduk yang mencemarkan nama baik instansi. Padahal, ini murni soal hak atas tanah berdasarkan hukum,” jelasnya.
Dalam penjelasannya, Saleh juga mengungkap bahwa selama ini para pemilik kontainer berdalih telah membayar kepada pihak syahbandar. Namun, menurutnya, pembayaran yang dimaksud adalah PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), bukan sewa lahan.
“Mereka pakai fasilitas negara, tapi soal tanah yang secara hukum bukan milik negara. Jadi tidak bisa dijadikan alasan,” katanya.
Ia pun menyayangkan sikap Pemkab Mimika dan aparat TNI-Polri yang menurutnya tidak tegas dalam menegakkan keputusan hukum yang sudah inkrah.
Menanggapi konflik yang kian meluas, Kementerian Perhubungan dilaporkan telah menggelar rapat koordinasi menyikapi persoalan ini. Kemenhub pun mengakui keputusan MA sebagai dasar hukum yang harus dihormati oleh semua pihak.
“Tapi anehnya, buruh-buruh yang tidak tahu-menahu soal sengketa tanah justru ikut turun aksi. Ini membingungkan,” pungkas Saleh.
Saleh menegaskan bahwa langkah-langkah yang ia ambil bukan untuk menciptakan kegaduhan, melainkan menjalankan mandat hukum. Ia tetap membuka ruang dialog dengan para pemilik kontainer dan berharap semua pihak bisa duduk bersama mencari solusi.
“Saya tidak ingin konflik ini terus melebar. Mari kita taati hukum dan cari jalan tengah yang adil bagi semua,” tutupnya.
Sementara itu, pihak yang mendapat kuasa, mengeluarkan 4 pernyataan sikap, yang intinya
1. Silahkan bongkar muat tapi tidak ada penimbunan dilahan kami
2. Kami tidak ada urusan dengan TKBM tapi dengan pemilik kontainer
3. Jika TKBM bisa palang jalan maka kami juga dapat melibatkan pemilik hak ulayat untuk melarang semua aktifitas pemilik kontainer untuk melewati lahan kami
4. Jika Pemda Mimika melindungi para pengusaha yang tidak taat kepada keputusan hukum itu sama dengan mengajak kami juga untuk melanggar hukum.