Sosial

Pemekaran Kampung di Mimika: Ketua Dewan Adat Daerah Pertanyakan Manfaat bagi Masyarakat Adat

×

Pemekaran Kampung di Mimika: Ketua Dewan Adat Daerah Pertanyakan Manfaat bagi Masyarakat Adat

Sebarkan artikel ini
Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Kabupaten Mimika, Vinsent Oniyoma (foto: Istimewa/ Torangbisa.com)

Timika, Torangbisa.com – Ketua Dewan Adat Daerah Mimika, Bapak Vinsent Oniyoma, hari ini menyampaikan keprihatinannya terkait rencana pemekaran 99 kampung di Kabupaten Mimika. Meskipun Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Mimika, Bapak Abraham Kateyau, telah menyatakan kesiapan 99 kampung tersebut untuk proses pemekaran dan menunggu persetujuan Bupati, Bapak Oniyoma mempertanyakan manfaat nyata pemekaran bagi masyarakat adat, khususnya bagi tiga suku besar Amungme, Kamoro, dan Sempan (AKS).

“Rencana pemekaran ini menimbulkan pertanyaan mendasar: siapa yang sebenarnya diuntungkan?” ujar Bapak Oniyoma. Beliau menekankan bahwa usulan pemekaran seringkali dilakukan tanpa pertimbangan mendalam terhadap dampaknya terhadap masyarakat adat. Bapak Oniyoma menyarankan agar pemerintah daerah lebih fokus pada penguatan pemerintahan kampung yang sudah ada melalui pelatihan dan program-program yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat adat.

Ads
Iklan ini dibuat oleh admin torangbisa

Bapak Oniyoma juga menyoroti pentingnya peninjauan yang cermat terhadap wilayah-wilayah yang akan dimekarkan. Beliau mengingatkan agar pemekaran tidak dilakukan secara sembarangan, apalagi hingga ke tingkat pembentukan kota, yang berpotensi mengganggu keseimbangan alam dan sosial. “Fokus utama seharusnya pada penguatan struktur pemerintahan yang ada, dengan melibatkan program pelatihan yang mempertimbangkan aspek kultural dan pemberdayaan masyarakat adat AKS,” tambahnya.

Bapak Oniyoma mengkritik kecenderungan pemekaran kampung yang didorong oleh kepentingan politik dan dominasi tertentu. Beliau menegaskan bahwa pembentukan kampung baru, jika memang diperlukan, harus didasarkan pada asal-usul suku dan wilayah adat yang jelas, menghindari konflik dan ketidakadilan yang mungkin timbul akibat pembentukan kampung di atas tanah milik orang lain.

Lebih lanjut, Bapak Oniyoma menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan ketimpangan sosial yang dialami oleh masyarakat AKS, termasuk permasalahan penggunaan tanah adat tanpa aturan yang jelas. Beliau berpendapat bahwa dana yang dialokasikan untuk kajian pemekaran akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk mendukung kebutuhan sehari-hari dan pelestarian budaya masyarakat AKS di kampung-kampung pesisir dan pegunungan.

“Sebagai bentuk legitimasi, setiap kampung yang akan dimekarkan harus mendapatkan pengakuan adat dari tiga suku besar di Kabupaten Mimika,” tegas Bapak Oniyoma. “Suku-suku ini tidak pernah meminta pemekaran karena mereka memahami hukum alam dan selalu bergantung pada keseimbangan lingkungan.”

Bapak Oniyoma berharap pemerintah daerah dapat mempertimbangkan masukan ini dan memprioritaskan kesejahteraan dan hak-hak masyarakat adat dalam setiap kebijakan pembangunan di Kabupaten Mimika.