Timika, Torangbisa.com – Proses pembangunan rumah Adat karapao memasuki tahap pemasangan tiang dan pengantaran dinding menggunakan rotan yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki memiliki makna nilainadat dan kekeluargaan.
Budaya tersebut tetap dilestarikan secara turun temurun. Tokoh adat Karapao di Kampung Kaugapu, Distrik Mimika Timur, Kristian Inawauw, menyampaikan pembangunan rumah adat Karapao yang sarat nilai adat dan kekeluargaan.
Menurut Inawauw, rumah adat Karapao tidak hanya berdiri sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab sosial dari pihak ipar atau anak mantu dalam sistem adat setempat.
Proses pembangunan rumah ini dimulai dari pendirian tiang utama, yang menjadi tugas dan wewenang ipar-ipar, khususnya mereka yang belum menyelesaikan pembayaran harta kepada orang tua pihak perempuan.
“Jadi, ipar-ipar ini bekerja sampai rumah adat Karapao selesai dibangun. Mereka anyam dinding rumah dari rotan, buat para-para, dan semua itu dalam satu hari. Ini bagian dari pembayaran harta atas anak perempuan,” jelas Kristian Inawauw.
Selama proses pembangunan, pihak ipar perempuan bertanggung jawab menyediakan makanan bagi para pekerja. Ini merupakan bentuk kerja sama dan pembagian peran dalam struktur adat yang kuat.
Menariknya, setelah tahap konstruksi dasar selesai, pembangunan dilanjutkan tiga minggu kemudian dengan pendirian patung “Amatiya”.
Patung ini diberi nama moyang tertentu dan dipercaya akan bergerak sebagai tanda bahwa arwah telah masuk ke dalamnya, setelah tanda itu muncul, patung baru boleh didirikan secara resmi.
Tradisi ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan spiritual dan tanggung jawab adat dalam budaya Karapao. Melalui pembangunan rumah adat, masyarakat tak hanya membangun fisik, tetapi juga memperkuat nilai gotong royong, penghormatan pada leluhur, dan sistem kekeluargaan yang sakral.
“Kalau patung itu bergerak, berarti roh moyangnya sudah masuk. Baru patung itu bisa berdiri secara adat,” tambah Inawauw.
*****