Timika, Torangbisa.com – Kepala Distrik Mimika Timur, Bakri Athoriq, mengungkapkan salah satu persoalan yang menjadi perhatian utama dari Distrik Mimika Timur terkait peredaran minuman keras (miras) lokal.
Menurut Bakri, pihaknya bersama Tripidis dan organisasi masyarakat (ormas) telah rutin melakukan operasi, terutama di wilayah-wilayah yang rawan produksi miras, namun, tetap saja diproduksi.
“Yang pertama yang ingin saya sampaikan adalah, jangan sampai ada ‘bakingan’ atau perlindungan yang membuat oknum pengusaha miras merasa lebih hebat dari hukum,” tegasnya.
Namun demikian, Bakri menjelaskan bahwa pada tahun 2025, Distrik Mimika Timur tidak lagi akan fokus sepenuhnya pada upaya represif dalam memberantas miras lokal, melainkan akan lebih menekankan pada pendekatan pemberdayaan masyarakat.
“Kami akan mengajak masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan Distrik berupa pelatihan dalam berbagai kegiatan, agar mereka tidak lagi fokus memproduksi miras lokal. Bisa jadi mereka melakukannya karena faktor ekonomi,” tambahnya.
Bakri menyampaikan bahwa pemerintah distrik berencana merekrut pemuda yang belum memiliki pekerjaan tetap untuk dilibatkan dalam berbagai program, seperti petugas kebersihan, hingga pengamanan saat hari-hari besar keagamaan, dan beberapa kegiatan lainnya.
“Kita punya banyak pemuda yang tidak punya lapangan pekerjaan. Mereka ini yang akan kami rekrut dan berdayakan,” tutupnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Mimika, Rampeani Rachman, mengatakan ia berkomitmen memperjuangkan pemberantasan minuman lokal (milo), yang dinilai menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi muda di wilayah pesisir Mimika.
Dalam sebuah forum di Distrik Mimika Timur, Rampeani mengungkapkan bahwa upaya pemberantasan miras sejatinya sudah dimulai sejak dirinya belum duduk di kursi legislatif.
“Sebenarnya langkah-langkah yang kami lakukan di Distrik Mimika Timur itu sudah dimulai sejak lama, bahkan sebelum saya duduk di legislatif. Inisiatif itu datang dari Tripika Distrik yang terus melakukan upaya untuk menekan peredaran miras, terutama di Mimika Timur yang tingkat produksinya paling tinggi di Kabupaten Mimika,” ujar Rampeani.
Sebagai wakil rakyat, Rampeani menyatakan tugas utamanya di DPRK kini adalah memperkuat regulasi, khususnya Peraturan Daerah (Perda) miras.
“Tugas saya di legislatif adalah memperkuat Perda pemberantasan miras, terutama Milo, karena miras ini benar-benar membunuh karakter generasi kita, terutama di wilayah pesisir,” tegasnya.
Ia menjelaskan sebagian besar konsumen miras adalah pemuda-pemuda asli daerah yang terjebak karena kurangnya lapangan pekerjaan.
“Konsumsi miras paling tinggi datang dari saudara-saudara kita putra daerah. Karena tidak ada pekerjaan, akhirnya mereka lari ke hal-hal seperti ini,” tambah Rampeani.
Untuk itu, ia terus mengangkat isu miras dalam berbagai forum yang ia hadiri, dan mendesak agar Perda yang telah disahkan disosialisasikan secara menyeluruh, termasuk penerapan sanksi hukum bagi pelanggar.
“Kalau sanksi hukum dijalankan secara tegas, siapapun pelakunya, maka praktik miras ini bisa kita tekan. Jangan sampai ada toleransi karena profesi atau kedudukan. Kalau tidak tegas, maka masalah ini akan terus terulang,” ujarnya.