Timika, Torangbisa.com – Musyawarah Adat Lembaga Masyarakat Hukum Adat (LMHA) Kamoro/Mimikawe digelar, di Gedung Tongkonan, Rabu (3/12/2025) untuk membentuk kepengurusan lembaga untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.
Dalam Musdat LMHA, dihadiri oleh beberapa tokoh Kamoro/ Mimikawe, seperti Pj. Sekda Mimika, Abraham Kateyau, Pendiri LMHA Kamoro/Mimika Wee, Philipus Monaweyauw, Yance Boyau, Hendrikus Atapemame, Plasidus Natipia, Damianus Samin, Edward Omeyaro dan sejumlah tokoh Kamoro lainnya.
Dalam sambutannya, Ketua Pendiri LMHA Kamoro/Mimika Wee, Philipus Monaweyauw mengatakan, keberadaan lembaga hukum adat sangat penting dalam menjaga hak-hak masyarakat adat Kamoro di Mimika.
“Musdat Masyarakat Hukum Adat ini penting karena ada indikasi ‘caplok kiri kanan’, baik di laut maupun di darat. Oleh karena itu, hukum adat menjadi sangat penting,” ujar Philipus Monaweyauw.
Philipus juga menyampaikan terima kasih kepada para tokoh adat yang masih ada, yang terus memberikan arahan bagi lembaga tersebut untuk memastikan generasi muda Kamoro memahami hak-hak mereka sebagai masyarakat adat.
“Saya masih hidup, Pit Nawatipia, Soter Moyao, Timotius Samin masih hidup, dan masih ada generasi muda lainnya. Saya ingin adik-adik saya ini tahu hak-hak masyarakat adat,” tegasnya.
Menurutnya, panitia telah dibentuk sejak Maret untuk melaksanakan musyawarah adat ini. Philipus bersyukur atas dukungan dari Pemerintah Kabupaten Mimika, khususnya Bupati dan Sekretaris Daerah, yang telah memberikan bantuan pendanaan sehingga Musdat tersebut dapat terlaksana.
“Panitia ini kita bentuk untuk melaksanakan musdat ini, kita mulai dari bulan Maret. Banyak kendala yang kita hadapi, tapi saya bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena telah memberikan pikiran yang baik kepada Bupati dan Pak Sekda untuk membantu kami dalam pendanaan, walaupun sedikit,” ungkapnya.
Bupati Mimika melalui Pj. Sekda Mimika, Abraham Kateyau menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar forum untuk memilih pengurus lembaga adat, tetapi juga sebagai momentum memperkuat jati diri, solidaritas, dan keberlanjutan budaya serta hak-hak masyarakat adat Kamoro/Mimikawe di tengah derasnya arus perubahan zaman.
“Suku Kamoro/Mimikawe adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah dan identitas daerah kita. Nilai-nilai luhur seperti Ipere, Pimako, dan kearifan leluhur telah membimbing masyarakat menjaga harmoni dengan alam, sesama, dan Sang Pencipta. Tugas kita adalah mewariskan nilai-nilai ini agar tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang,” ujar Abraham.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen memberikan ruang, pengakuan, dan dukungan terhadap kelembagaan adat sebagai mitra strategis dalam pembangunan.
“Keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari angka dan infrastruktur, tetapi juga dari kemampuan menjaga identitas budaya dan melindungi hak ulayat masyarakat adat,” tambahnya.
Bupati berharap, melalui pembentukan lembaga adat periode 2025-2030, akan muncul kepemimpinan yang amanah, berintegritas, mampu mengayomi seluruh keret dan masyarakat, serta responsif terhadap tantangan zaman, dan tetap menjalin komunikasi yang baik antara masyarakat adat dan pemerintah agar tercipta sinergi yang harmonis.
“Mari kita jalankan musyawarah ini dengan semangat persatuan, mufakat, dan saling menghormati adat. Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, yang terpenting adalah tujuan bersama untuk kemajuan masyarakat adat dan daerah kita,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana, Plasidus Natipia, menjelaskan bahwa proses pemilihan akan berlangsung hingga malam hari, melibatkan tokoh adat dari berbagai wilayah dari Wacakam sampai Warifi.
“Kegiatan hari ini sudah kita mulai dari penjemputan Pak Sekda hingga siang ini. Sesuai laporan, hari ini kita mulai dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam. Setelah pembukaan, steering committee akan mengambil alih dan mengarahkan pemilihan figur yang tepat,” ujar Plasidus Natipia.
Plasidus menambahkan, ada enam bakal calon yang masuk dalam bursa pencalonan, yang diharapkan memiliki jiwa pengabdian kepada masyarakat dari Wacakam hingga Warifi. Keputusan akhir berada di tangan masyarakat, dengan suara terbanyak akan menentukan siapa yang akan menjadi Ketua LMHA Kamoro.
“Keputusan ada di masyarakat, mereka mau pilih siapa. Suara terbanyak itulah figur atau ketua LMHA Kamoro kita. Kita akan panggil Weaiku, Amareaiku, Taparauwe,” jelasnya.
Proses pemilihan melibatkan sekitar 700 hingga 800 perwakilan dari 74 kampung, yang mana eetiap kampung mengirimkan perwakilan yang jumlahnya bervariasi, disesuaikan dengan jumlah taparu.
Untuk persyaratan calon ketua, Plasidus menjelaskan bahwa kandidat harus merupakan orang Kamoro asli, dengan kedua orang tua (ayah dan ibu) juga asli Kamoro.
“Yang punya hak memilih itu sekitar 700-an bahkan 800-an, perwakilan dari 74 kampung. Satu kampung itu tidak menentu, ada 5, 6, atau 7 orang, disesuaikan dengan jumlah taparu. Kalau ada 7 taparu, maka 7 taparu yang datang,” ungkap Plasidus.















